Sejarah Pura Besakih
Pura Besakih merupakan pura terbesar yang ada di Bali yang tepatnya terletak di Kecamatan Rendang,Kabupaten Karangasem. Dulu, tempat sebelum dibangunnya Pura Besakih hanya terdapat kayu-kayuan dalam sebuah hutan belantara. Sebelum adanya selat Bali ( Segara Rupek ) Pulau Bali dan pulau Jawa dahulu masih menjadi satu dan belum dipisahkan oleh laut, pulau ini bernama Pulau Panjang atau Pulau Dawa. Di suatu tempat di Jawa Timur yaitu di Gunung Rawang (Gunung Raung) ada seorang Yogi atau pertapa yang bernama Resi Markandeya. Karena ketinggian ilmu bhatinnya ,kesucian rohaninya,serta kecakapan dan kebijaksanaan beliau maka oleh rakyat,beliau diberi julukan Bhatara Giri Rawang.
Mulanya beliau bertapa di Gunung Demulung,sekian waktu
kemudian beliau bertapa ke Gunung Hyang (Dieng di Jawa Tengah). Sekian waktu
lamanya bertapa,akhirnya beliau mendapat Pawisik wahyu dari Tuhan agar
merabas hutan di Pulau Dawa ( Bali ) untuk kemudian dibagi-bagikan kepada para
pengikutnya. Demikianlah kemudian beliau berangkat ke tanah Bali disertai
pengikutnya yang pertama yang berjumlah 8000 orang dengan perlengkapan dan
peralatan yang diperlukan. Sesampainya ditempat yang dituju, beliau
memerintahkan pengikutnya agar mulai merambas hutan. Tempat itu merupakan hutan
belantara yang ditumbuhi kayu yang lebat dan semak belukar. Pada saat itu
Pulau Bali belum terpisah seperti sekarang dengan Pulau Jawa. Artinya Selat
Bali ( Segara Rupek ) belum ada pada saat kedatangan Rsi Markandya ke Bali. Sekian lama merambas hutan,karena pada saat mulai merambas
hutan itu tidak didahului dengan upacara (yadnya ) maka murkalah Sang Hyang
Widhi. Para pengikut Rsi Markandya banyak yang sakit dan meninggal,juga tidak
sedikit yang dimakan binatang buas. Sang Rsi sangat berduka. Kemudian beliau
memerintahkan pengikutnya untuk menghentikan perambasan. Dengan hati yang sedih
beliau kemudian mengajak pengikutnya untuk kembali ke Jawa. Beliau kembali
ketempat pertapaannya semula untuk mohon petunjuk kepada sang Hyang Widhi.
Setelah beberapa lamanya beliau berada dipertapaannya,
timbul cita-citanya kembali untuk melanjutkan merambas hutan tersebut. Pada
suatu hari yang baik,beliau kembali berangkat ke tanah Bali. Kali ini beliau
mengajak pengikutnya yang kedua berjumlah 4000 orang yang berasal dari desa
Aga yaitu penduduk yang mendiami lereng Gunung Rawung . Turut dalam rombongan
itu para Pandita atau para Rsi. Para pengikutnya membawa perlengkapan beserta
alat-alat pertanian dan bibit tanaman untuk ditanam di tempat yang baru.Sesampainya ditempat yang dituju,Rsi Markandya beserta para
Pandita atau para Rsi melakukan yoga samadhi ,weda samadhi,melakukan upacara
Dewa Yadnya dan Bhuta Yadnya serta Pratiwi Stawa disertai doa penolak seluruh
hama. Selesai melakukan upacara lalu beliau memerintahkan pengikutnya mulai
merambas hutan,menebangi kayu-kayu mulai dari sebelah selatan menuju ke utara.
Ketika dirasa sudah cukup luas,kemudian Rsi Markandya memerintahkan pengikutnya menghentikan perambasan. Kemudian tanah itu dibagi-bagikan kepada pengikutnya untuk dipergunakan sebagai: sawah,tegalan dan pekarangan rumah. Demikianlah pengikut Rsi Markandya yang berasal dari Desa Aga ( penduduk lereng Gunung Rawung Jawa Timur ) menetap di tempat itu sampai sekarang. Ditempat bekas dimulainya perambasan hutan itu oleh Sang Rsi/Yogi Markandya menanam kendi (caratan) berisi air disertai 5 jenis logam yaitu: emas,perak,tembaga,perunggu dan besi yang disebut Panca Datu dan permata Mirahadi ( mirah yang utama ) dengan sitertai sarana upakara selengkapnya dan diperciki Tirta Pangentas ( air suci ). Tempat menanam 5 jenis logam itu di berinama Basuki yang artinya selamat. Kenapa disebut demikian,karena pada kedatangan Rsi Markandya yang ke dua beserta 4000 pengikutnya selamat tidak menemui hambatan atau bencana seperti yang dialami pada saat kedatangan beliau yang pertama.
Ketika dirasa sudah cukup luas,kemudian Rsi Markandya memerintahkan pengikutnya menghentikan perambasan. Kemudian tanah itu dibagi-bagikan kepada pengikutnya untuk dipergunakan sebagai: sawah,tegalan dan pekarangan rumah. Demikianlah pengikut Rsi Markandya yang berasal dari Desa Aga ( penduduk lereng Gunung Rawung Jawa Timur ) menetap di tempat itu sampai sekarang. Ditempat bekas dimulainya perambasan hutan itu oleh Sang Rsi/Yogi Markandya menanam kendi (caratan) berisi air disertai 5 jenis logam yaitu: emas,perak,tembaga,perunggu dan besi yang disebut Panca Datu dan permata Mirahadi ( mirah yang utama ) dengan sitertai sarana upakara selengkapnya dan diperciki Tirta Pangentas ( air suci ). Tempat menanam 5 jenis logam itu di berinama Basuki yang artinya selamat. Kenapa disebut demikian,karena pada kedatangan Rsi Markandya yang ke dua beserta 4000 pengikutnya selamat tidak menemui hambatan atau bencana seperti yang dialami pada saat kedatangan beliau yang pertama.
Ditempat itu kemudian didirikan palinggih. Lambat laun di tempat itu kemudian
didirikan pura atau khayangan yang diberi nama Pura Basukian. Pura inilah
cikal-bakal berdirinya pura –pura yang lain di komplek Pura Besakih. Ada
pendapat yang mengatakan bahwa pembangunan pura ditempat itu dimulai sejak
Isaka 85 atau tahun 163 Masehi. Pembangunan komplek pura di Pura Besakih
sifatnya bertahap dan berkelanjutan disertai usaha pemugaran dan perbaikan yang
dilakukan secara terus menerus dari masa kemasa.
Sekian Semoga Bermanfaat :)
wah setiap hari di blog ente
ReplyDeletepintar sejarah saya haha
wkwk :v
ReplyDelete